Bocah
kecil itu menemui ayahnya yang payah karena kerja. Sebab, dari pagi
hingga sore, ia mengontrol berbagai proyek dan kontraknya. Ia tidak
punya waktu untuk diam di rumah selain untuk makan dan tidur.
Bocah
: “Ayah, kenapa engkau tidak lagi mau bermain denganku dan bercerita
kepadaku? Aku sangat merindukan cerita-ceritamu dan ingin bermain
denganmu. Bagaimana pendapatmu bila hari ini engkau bermain sebentar
denganku dan bercerita satu kisah kepadaku?”
Ayah
: “Anakku, aku tidak punya waktu untuk bermain dan membuang-buang
waktu. Karena aku punya pekerjaan dan waktuku sangat berharga.”
Bocah : “Berilah aku satu jam saja dari waktumu, karena aku sangat merindukanmu, wahai ayahku.”
Ayah
: “Anakku tercinta, aku bekerja dan berjuang untuk kalian. Dan waktu
satu jam yang engkau inginkan agar aku habiskan bersamamu itu, bisa aku
pakai untuk mendapatkan penghasilan tidak kurang dari 100 real. Jadi,
aku tidak punya waktu untuk sesuatu yang sia-sia bersamamu. Ayo,
pergilah dan bermainlah bersama ibumu.”
Hari demi
hari berlalu, dan kesibukan sang ayah semakin bertambah. Suatu hari
bocah itu melihat pintu kantor ayahnya terbuka, maka ia masuk menemui
ayahnya.
Bocah : “Ayah, berilah aku 5 real.”
Ayah : “Untuk apa? Setiap hari aku memberimu uang lima real. Untuk apa uang sebanyak itu? Ayo, pergi dari hadapanku. Aku tidak akan memberimu apa-apa sekarang.”
Si anak pun
pergi dengan perasaan sedih. Sementara sang ayah duduk sambil berfikir
tentang apa yang dilakukannya terhadap anaknya. Dia pun memutuskan untuk
pergi ke kamar anaknya untuk menghiburnya dan memberikan lima real
kepadanya.
Bocah kecil
itu sangat gembira menerima uang lima real tersebut. Kemudian bocah itu
langsung, menuju ranjangnya dan membuka bantalnya. Lalu dia mengumpulkan
uang yang ada di bawahnya dan mulai merapikannya. Lima real untuk
melengkapi jumlah uangnya.
”Ayah, sekarang ambillah uang 100 real ini dan berilah aku waktu 1 jam dari waktumu,” ujar bocah yang polos itu.
[Dicuplik dari : Ahmad Sâlim Bâduwaylân, Mausū’ah al-Qoshosh al-Mu`atstsiroh, Ind : ”Malam Pertama Setelah Itu Air Mata”, Pustaka ELBA, Surabaya : 1428/2007]
Ibrah
: Wahai para ayah, dimanakah engkau saat anakmu membutuhkanmu? Berapa
banyak waktu yang engkau berikan untuk anakmu? Di mana rasa kasih
sayangmu bagi mereka? Wahai para ayah, ingatlah bahwa anakmu membutuhkan
kasih sayangmu, membutuhkan senyummu, membutuhkan kebersamaanmu,
membutuhkan perhatianmu, membutuhkan semua kebaikan darimu. Mereka tidak
butuh uang, mainan, makanan, atau harta lainnya, sedangkan engkau tidak
memberikan kasih sayangmu pada mereka. Wahai para ayah, kembalilah…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar